*WAHYU YANG TERAKHIR
TURUN*
Oleh :
Misbahudin
Para ‘ulama selain mengekplorasi, mengumpulan dan menyeleksi pendapat yang lebih kuat mengenai pendapat-pendapat berkaitan mengenai wahyu yang pertama turun, mereka juga
melakukan hal yang sama terhadap pendapat-pendapat mengenai wahyu terakhir
diturunkan oleh Allah.
Pendapat-pendapat
tersebut itu adalah :
Pertama, surat Al-Baqarah ayat 278.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ
وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبٰوٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah
kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang
beriman”.
Berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas.
حَدَّثَنَا قَبِيصَةُ بْنُ عُقْبَةَ
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَآخِرُ آيَةٍ نَزَلَتْ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آيَةُ الرِّبَا
Telah menceritakan
kepada kami Qabishah bin Uqbah Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari
‘Ashim dari As Sya’bi dari Ibnu Abbas radliallahu ‘anhuma dia berkata; Ayat
terakhir yang di turunkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah ayat
tentang riba.’ (HR. Bukhari : 4180)
Kedua, surat Al-Baqarah ayat 281
وَاتَّقُوْا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فِيْهِ اِلَى اللّٰهِ
ۗثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ ࣖ
Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua
dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna
sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi
(dirugikan). (HR. An-Nasai : )
Berdasarkan hadit dari riwayatkan oleh imam An-Nasai
وَأَخْرَجَ
النَّسَائِيُّ مِنْ طَرِيقِ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: ” آخِرُ
شَيْءٍ نَزَلَ مِنَ الْقُرْآنِ: (وَاتَّقُوا يَوْماً تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى
اللَّهِ) الْآيَةَ .
Ketiga, surat Al-Baqarah ayat 282,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا تَدَايَنْتُمْ
بِدَيْنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُۗ وَلْيَكْتُبْ بَّيْنَكُمْ
كَاتِبٌۢ بِالْعَدْلِۖ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ اَنْ يَّكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ
اللّٰهُ فَلْيَكْتُبْۚ وَلْيُمْلِلِ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ
اللّٰهَ رَبَّهٗ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْـًٔاۗ فَاِنْ كَانَ الَّذِيْ عَلَيْهِ
الْحَقُّ سَفِيْهًا اَوْ ضَعِيْفًا اَوْ لَا يَسْتَطِيْعُ اَنْ يُّمِلَّ هُوَ
فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهٗ بِالْعَدْلِۗ وَاسْتَشْهِدُوْا شَهِيْدَيْنِ مِنْ
رِّجَالِكُمْۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُوْنَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَّامْرَاَتٰنِ مِمَّنْ
تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَۤاءِ اَنْ تَضِلَّ اِحْدٰىهُمَا فَتُذَكِّرَ
اِحْدٰىهُمَا الْاُخْرٰىۗ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَۤاءُ اِذَا مَا دُعُوْا ۗ وَلَا
تَسْـَٔمُوْٓا اَنْ تَكْتُبُوْهُ صَغِيْرًا اَوْ كَبِيْرًا اِلٰٓى اَجَلِهٖۗ
ذٰلِكُمْ اَقْسَطُ عِنْدَ اللّٰهِ وَاَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَاَدْنٰىٓ اَلَّا
تَرْتَابُوْٓا اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيْرُوْنَهَا بَيْنَكُمْ
فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَلَّا تَكْتُبُوْهَاۗ وَاَشْهِدُوْٓا اِذَا
تَبَايَعْتُمْ ۖ وَلَا يُضَاۤرَّ كَاتِبٌ وَّلَا شَهِيْدٌ ەۗ وَاِنْ تَفْعَلُوْا
فَاِنَّهٗ فُسُوْقٌۢ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّٰهُ ۗ
وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia
menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah
dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun
daripadanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah
(keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya
mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi
laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka
(boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang
kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa, maka yang
seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila
dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas waktunya baik
(utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah,
lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada
ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu
jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak
menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah
penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian),
maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah,
Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
Berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Sa’id Ibnu Musayab. Dia telah memberitahukan bahwa ayat yang paling muda (terakhir) di ars
adalah ayat tentang hutan.
Ketiga riwayat diatas yang nampaknya bertolak belakang,
tetapi dapat dikompromikan atau di “thoriqatu jam’i”. Ketiga ayat diatas turun secara sekaligus sebagaimana dalam
urutan mushaf Al-Qur’an, pertama ayat riba (Al-Baqarah :278), kemudian ayat tentang peringatan hari kebangkitan (Al-Baqarah :
281), kemudian ayat tentang hutan (Al-Baqarah : 282).
Ketiga ayat diatas
adalah sebuah kisah yang padu yang dimana setiap rowi mengkhabarkan bagian ayat
tersebut yang dianggap ayat terakhir, dan hal ini bisa dibenarkan dan tidak
dianggap bertentangan.
Keempat, surat
An-NIsa 176
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى
الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا
نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ
كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا
اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ
يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
“Mereka
meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa
kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai
anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya
itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki
mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak.
Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari)
saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki
sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini)
kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى عَنْ إِسْرَائِيلَ
عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ الْبَرَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ آخِرُ آيَةٍ
نَزَلَتْ خَاتِمَةُ سُورَةِ النِّسَاءِ } يَسْتَفْتُونَكَ قُلْ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ {
Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Musa dari Israil dari Abu
Ishaq dari Al Barra` radliallahu ‘anhu mengatakan; ‘akhir ayat yang
diturunkan adalah penutupan surat An Naisa`; ‘Mereka memintamu fatwa tentang kalalah,
katakanlah bahwa Allah memfatwakan kepada kalian.(QS. Annisa’ 176). (HR.
Bukhari : 6247 )
Kelima, surat
At-Taubah ayat 128
لَقَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ
عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
“Sungguh,
telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman”.
Sebagaimana dalam
Mustadrak, dari Ubay bin Ka’ab dia berkata, “Ayat yang terakhir turun adalah Laqad
jaakum rusulum min anfusikum … (sampai akhir surat). Dan Hal ini
memberikan sebuah spekulasi bahwa yang
dimaksud ayat yang terakhir ini adalah ayat
yang terakhir dari surat At-Taubah.
Keenam, akhir surat Al-Maidah, berdasarkan hadist yang diriwayatkan
oleh At-Tirmidzi dan Hakim dari ‘Asiyah Radhiyalahu ‘anha. Dan yang
dimaksud ayat terakhir ini adalah ayat terakhir
yang berkaitan dengan halal dan haram, Maka tidak ada hukum yang dihapus
oleh ayat ini.
Ketujuh, surat Ali-Imran 195, beradasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Mardaweh dari jalan Mujahid
dari Ummi Salamah. Kemudian Dia bertanya, “wahai Rasulullah, sejauh pengamatanku,
sesungguhnya Allah senantiasa menyebut laki-laki dalam firmannya dan tidak
menyebutkan perempuan. Maka turunlah ayat surat
An-Nisa 32, kemudian turunlah surat Al-Ahzab ayat 35. Maka ini adalah tiga serangkai ayat
yang turun yang ayat terakhir turun tidak secara khusus ditujukan kepada laki-laki.
Maka jelaslah, dari
riwayat diatas, disebutkan tiga rangkaian ayat
yang turun, dan ayat terakhir menyebutkan perempuan secara tersendiri. Tidak
dimasukan secara langsung kedalam dhomir
yang bersifat mudzakar.
Kedelapan, surat
An-Nisa 93,
وَمَنْ يَّقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاۤؤُهٗ
جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيْهَا وَغَضِبَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهٗ وَاَعَدَّ لَهٗ
عَذَابًا عَظِيْمًا
“Dan barangsiapa membunuh seorang yang
beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, dia kekal di
dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang
besar baginya”.
Berdasarkan hadits berikut yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori
حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا مُغِيرَةُ بْنُ النُّعْمَانِ قَالَ سَمِعْتُ
سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ قَالَآيَةٌ اخْتَلَفَ فِيهَا أَهْلُ الْكُوفَةِ فَرَحَلْتُ
فِيهَا إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ فَسَأَلْتُهُ عَنْهَا فَقَالَ نَزَلَتْ هَذِهِ
الْآيَةُ}
وَمَنْ يَقْتُلْ
مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ {هِيَ آخِرُ مَا نَزَلَ وَمَا نَسَخَهَا
شَيْءٌ
Telah menceritakan kepada kami Adam bin Abu Iyas Telah
menceritakan kepada kami Syu’bah Telah menceritakan kepada kami Mughirah bin An
Nu’man ia berkata; Aku mendengar Sa’id bin Jubair berkata; ada sebuah ayat
yang menyebabkan penduduk Kufah berselisih tentangnya, maka aku berangkat
menemui Ibnu Abbas untuk menanyakan ayat itu. Lalu Ibnu Abbas berkata; Yaitu
ayat: “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka
balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka
kepadanya.” (An Nisa: 93). Ayat ini adalah ayat yang terakhir turun dari
surat An Nisa, tidak ada yang menghapusnya sedikitpun. (HR. Bukhori : 4224).
Ayat diatas
adalah ayat tang terakhir yang tidak ada ayat yang menghapus status hukumnya,
ayat ini dipandang sebagai ayat yang terakhir tetapi terakhir dalam kaitannya hukum
pembunuhan seoarang mukmin dengan
sengaja.
Kesembilan, surat
An-Nasr
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (1) وَرَأَيْتَ
النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (2) فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ
وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (3)
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwaytkan
oleh Imam Muslim
عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ
قَالَ قَالَ لِي ابْنُ عَبَّاسٍ تَعْلَمُ وَقَالَ هَارُونُ تَدْرِي آخِرَ سُورَةٍ
نَزَلَتْ مِنْ الْقُرْآنِ نَزَلَتْ جَمِيعًا قُلْتُ نَعَمْ إِذَا جَاءَ نَصْرُ
اللَّهِ وَالْفَتْحُ قَالَ صَدَقْتَ.
2188- Dari Abdullah bin Ubay RA bahwasanya ia
berkata, “Ibnu Abbas RA bertanya kepada saya, ‘Tahukah kamu surah Al
Qur’an yang terakhir turun secara lengkap?’ Saya menjawab, “Ya saya tahu,
yaitu surah Al Fath: Apabila pertolongan Allah dan kemenangan telah datang.”
Ibnu Abbas berkata, “Kamu benar.” {Muslim 8/243}
Kesepuluh, surat
Al-Maidah ayat 3
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ
الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ وَالْمُنْخَنِقَةُ
وَالْمَوْقُوْذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيْحَةُ وَمَآ اَكَلَ السَّبُعُ
اِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْۗ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَنْ تَسْتَقْسِمُوْا
بِالْاَزْلَامِۗ ذٰلِكُمْ فِسْقٌۗ اَلْيَوْمَ يَىِٕسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ
دِيْنِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِۗ اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ
دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ
دِيْنًاۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ
اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang
disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh,
yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan
pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan
fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku.
Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan
nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barangsiapa
terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang”.
Ayat diatas adalah ayat yang turun di ‘Arafah
ketika haji wada, secara ekplisit ayat
ini memberikan sebuah gambaran dari
kesempurnaan sebuah kewajiban dan hukum, Secara historis ayat ini ternyata
bukan ayat terakhir, sebagaimana pemaparan sebelumnya, setelah ayat ini turun, maka turun juga ayat-ayat yang berkaitan
dengan ayat riba, ayat yang berkaitan dengan hutang, dan ayat kalalah.
Oleh karena itu, para ‘ulama membuat sebuah perpektif baru, yang
menyatakan bahwa surat ini menunjukan
kesempurnaan agama. Karena pada ayat ini Allah menyempurnakan nikmat
kaum muslimin dengan meneguhkan posisi
mereka di negeri haram (Makkah) dan
membersihkan tempat tersebut dari kaum musyrikin.
Sebagaimana yang kita tahu bahwa kaum musyrik
pada awalnya mereka bercampur aduk dengan
kaum muslimin Ketika ibadah haji. Sungguh
setelah ayat ini turun, orang-orang muslimin berhajji di Baitul haram tanpa kehadiran orang-orang musyrikin.
Dan ini lah yang dimaksud dengan “Aku telah sempurnakan nikmat atas akalian …”.
Sebuah Analisis Yang Menukik
Sungguh banyaknya persilangan pendapat mengenai ayat yang terakhir turun, sungguh
akan sedikit menjadikan kita mengerutkan
dahi dan timbuh sebuah tanda tanya dalam hati kita, “ mana sieh ayat yang
bener-bener terakhir?”. Oleh karena
itu Qadhi Abu Bakar Al-Baqilani berkometar dalam Al-Intishar,
“Pendapat-pendapat mengenai ayat yang terakhir turun sama sekali tidak
disandarkan secara langsung kenapa Nabi, bahwa Nabi memberikan sebuah kepastian
dalam sabdanya. Oleh karena itu, bisa
jadi pendapat-pendapat itu lahir dikarenakan mereka berasumi dan menduga-duga, bisa jadi juga mereka menyampaikan sebuah ayat yang
mereka terakhir mendengar dari Nabi secara langsung ketika Nabi wafat atau
tidak seberapa lama sebelum beliau sakit. Dan yang lainnya mungkin saja mendengar secara tidak langsung dari Nabi. Atau mungkin juga ayat yang dibaca terakhir oleh Nabi bersamaan dengan ayat yang turun
bersamanya pada waktu itu, lalu Nabi menyuruh untuk mencatat ayat yang turun pada waktu bersamaan tersebut. Maka dia
mengira sesungguhnya ayat tersebut
adalah ayat yang terakhir yang tutun
menurut tartib susunan urutannya”.
Reverensi
1. Mabahis fil ‘ulumul Qur’an li syaikh
mana’il qathan
2. At-Tibyan fi ‘ulumul Qur’an li Syaikh
Ali Ash-Shobuni
3. Dan lain-lain