*WAHYU YANG PERTAMA KALI TURUN*
Oleh
: Misbahudin
*Energi Al-Qur’an*
Rasulullah menerima wahyu
Al-Qur’an yang diturunkan
kepadanya, memberikan sebuah visualisasi seperti orang yang mendapatkan sesuatu bersifat “wah” dan “amazing”. Karena Al-Qur’an
bukanlah kalam manusia, tetapi Al-Qur’an adalah kalam pencipta manusia, sebuah
kalam yang agung nan sakral.
Hal tersebut terjadi karena Al-Qur’an
adalah sebuah kalam suci agung dengan ajaran-ajaran yang hulur di dalamnya,
karena itu semua datang dari sang pencipta manusia, pengatur alam semesta dan penguasa
segala yang ada di alam semesta ini.
Al-Qur’an yang ditrasformasikan dalam
kehidupan menjadi sebuah energi
perubahan yang dahsyat sehingga merubah sejarah perjalan hidup dan kehidupan
manusia, menghubungkan tata kehidupan di
bumi dengan aturan langit
melalui koneksitas wahyu yang dibawa oleh para utusannya baik oleh para
Nabi dan para Rasul.
Ajaran Al-Qur’an telah membuka tabir
kegelapan pemikiran manusia akan hakikat kehidupan, perjalanan hidup yang tidak
berhenti hanya di kehidupan dunia ini saja,
tetapi akan ada kehidupan-kehidupan setelah kehidupan dunia, yang berujung pada
puncak kehidupan manusia yaitu surga dan neraka.
Al-Qur’an juga menjadi sebuah
reverensi utama dan pokok dalam memberikan
sebuah gambaran berkaitan dengan sejarah
perundang-undangan Islam, sebuah konsep hukum dan aturan ilahiyah, yang telah
memberikan sebuah visualisasi yang jelas untuk para penuntut ilmu bagaimana
tahapan-tahapan hukum itu diterapkan dalam kehidupan.
Proses
perundang-undangan yang sesuai dengan tuntutkan situasi dan kondisi dimana wahyu itu
diturunkan tanpa ada sebuah kontradiksi di dalamnya, dan hal ini membutuhkan
sebuah ilmu yang lebih dalam, yaitu pengetahuan mengenai ayat-ayat Al-Qur’an
yang turun lebih awal dengan yang turun belakangan. Maka dalam ‘ulumul qur’an lahirlah sebuah pan
ilmu, yaitu ilmu pengetahuan tentang wahyu yang pertama dan terakhir
diturunkan.
*Wahyu Yang Pertama Turun*
Para ‘ulama memiliki beberapa pendapat
yang berbeda mengenai wahyu yang pertama
kali turun kepada Nabi muhahammad, maka mereka mengumpulan, menganalisa dan memilah-milih pendapat yang paling
kuat.
Pertama, pendapat yang paling kuat, bahwa
wahyu yang pertama kali diturunkan adalah awal surat Al-Alaq ayat 1 sampai 5,
sebagaimana hadits berikut :
أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْوَحْيِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِي
النَّوْمِ فَكَانَ لَا يَرَى رُؤْيَا إِلَّا جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ
ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الْخَلَاءُ وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ فَيَتَحَنَّثُ
فِيهِ وَهُوَ التَّعَبُّدُ اللَّيَالِيَ ذَوَاتِ الْعَدَدِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِعَ
إِلَى أَهْلِهِ وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى خَدِيجَةَ
فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا حَتَّى جَاءَهُ الْحَقُّ وَهُوَ فِي غَارِ حِرَاءٍ
فَجَاءَهُ الْمَلَكُ فَقَالَ اقْرَأْ قَالَ مَا أَنَا بِقَارِئٍ قَالَ فَأَخَذَنِي
فَغَطَّنِي حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ
قُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّانِيَةَ حَتَّى بَلَغَ
مِنِّي الْجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ فَقُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ
فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّالِثَةَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ } اقْرَأْ بِاسْمِ
رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ اقْرَأْ وَرَبُّكَ
الْأَكْرَمُ
“Permulaaan wahyu yang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah dengan mimpi yang benar dalam tidur. Dan tidaklah Beliau
bermimpi kecuali datang seperti cahaya subuh. Kemudian Beliau dianugerahi
kecintaan untuk menyendiri, lalu Beliau memilih gua Hiro dan bertahannuts yaitu
‘ibadah di malam hari dalam beberapa waktu lamanya sebelum kemudian kembali
kepada keluarganya guna mempersiapkan bekal untuk bertahannuts kembali.
Kemudian Beliau menemui Khadijah mempersiapkan bekal. Sampai akhirnya datang Al
Haq saat Beliau di gua Hiro, Malaikat datang seraya berkata:
“Bacalah?” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan: Maka Malaikat itu memegangku dan
memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi:
“Bacalah!” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Maka
Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan
berkata lagi: “Bacalah!”. Beliau menjawab: “Aku tidak bisa
baca”. Malaikat itu memegangku kembali dan memelukku untuk ketiga kalinya
dengan sangat kuat lalu melepaskanku, dan berkata lagi: (Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah). (HR. Bukhari)
Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa
surat Al-Mudatsir adalah wahyu yang pertama kali turun. Sebagimana hadits berikut
عن يَحْيَى يَقُولُ سَأَلْتُ
أَبَا سَلَمَةَ أَيُّ الْقُرْآنِ أُنْزِلَ قَبْلُ قَالَ يَا أَيُّهَا
الْمُدَّثِّرُ فَقُلْتُ أَوْ اقْرَأْ فَقَالَ سَأَلْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ
اللَّهِ أَيُّ الْقُرْآنِ أُنْزِلَ قَبْلُ قَالَ يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ
فَقُلْتُ أَوْ اقْرَأْ قَالَ جَابِرٌ أُحَدِّثُكُمْ مَا حَدَّثَنَا رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ جَاوَرْتُ بِحِرَاءٍ شَهْرًا
فَلَمَّا قَضَيْتُ جِوَارِي نَزَلْتُ فَاسْتَبْطَنْتُ بَطْنَ الْوَادِي فَنُودِيتُ
فَنَظَرْتُ أَمَامِي وَخَلْفِي وَعَنْ يَمِينِي وَعَنْ شِمَالِي فَلَمْ أَرَ
أَحَدًا ثُمَّ نُودِيتُ فَنَظَرْتُ فَلَمْ أَرَ أَحَدًا ثُمَّ نُودِيتُ فَرَفَعْتُ
رَأْسِي فَإِذَا هُوَ عَلَى الْعَرْشِ فِي الْهَوَاءِ يَعْنِي جِبْرِيلَ عَلَيْهِ
السَّلَام فَأَخَذَتْنِي رَجْفَةٌ شَدِيدَةٌ فَأَتَيْتُ خَدِيجَةَ فَقُلْتُ
دَثِّرُونِي فَدَثَّرُونِي فَصَبُّوا عَلَيَّ مَاءً فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ
وَجَلَّ يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنْذِرْ وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ و رجز فاهجر
Dari Yahya, dia berkata, “Saya
telah bertanya kepada Abu Salamah, Ayat apa yang pertama kali diturunkan?”
Ia menjawab, “Yaa Ayyuhal Muddatstsir (Hai orang yang
berselimut).” Saya bertanya, “Atau Iqra'”? Ia menjawab,
“Saya pernah bertanya kepada Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, ayat
apa yang pertama diturunkan?” Ia menjawab, “Yaa Ayyuhal
Muddatstsir” Saya bertanya, “Apakah bukan Iqra’?” Jabir
menjawab, “Saya akan memberitakan kepada kamu sebagaimana yang diceritakan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kami. Beliau bersabda, “Aku
telah menyendiri beribadah (bertahannuts) di gua Hira’ selama satu bulan.
Tatkala aku selesai satu bulan maka aku turun ke lembah tiba-tiba ada suara
memanggilku, maka saya menoleh ke depan, ke belakang, ke kanan dan ke kiri,
namun saya tidak melihat seorang pun. Kemudian saya dipanggil lagi, namun saya
tidak melihat seorangpun, kemudian saya dipanggil lagi, maka saya angkat kepala
saya, ternyata suara itu adalah Jibril AS di atas ‘Arsy. Sungguh ia telah
membuat saya sangat gemeter, lalu saya mendatangi Khadijah dan saya katakan,
“Selimutilah aku”, maka ia dan keluargapun menyelimuti aku dan
menuangkan air kepadaku, kemudian Allah menurunkan ayat (yang artinya),
“Hai Orang yang berselimut! Bangunlah lalu berikanlah peringatan (kepada
kaummu). Dan besarkanlah nama tuhanmu serta sucikanlah dirimu. ” {Muslim
1/99}
Ketiga, pendapat yang mengatakan bahwa
Al-Fatihah adalah surat yang pertama kali diturunkan. Hal ini berdasarkan
hadits yang datang dari jalan Abi Ishak
dari Abi Maisarah, dia berkata, keadaan Nabi Ketika mendengar suatu
suara dia berlari, Ia menyebutkan turunkanya malaikat kepadanya sembari
berkata, “Alhamdulullahirabil ‘alamin …..” (Sampai selesai).
Telah berkata Qadi Abu Bakar dalam
kitabnya “Al-Intishar”, hadist tersebut adalah hadits yang munqathi (terputus
sanadnya) maka pendapat yantg pertama mengenai wahyu yang pertama diturunkan
yaitu surat Ao-Alaq dan dan surat
Al-Mudatsir itu tetaplah kuat.
Jika melalui pendekatan “thoriqotu jam’I”
atau metodologi menghimpun semua pendapat agar tidak terlihat ada perkesekan
pendapat, maka bisa dikatakan, bahwa
wahyu pertama yang turun berkaitan nubuwah atau kenabian adalah surat Al-Alaq 1-5, sedangkan wahyu yang pertama kali
turun yang berkaitan dengan risalah
Tabligh (perintah berdakwah) adalah surat Al-mudatsir, dan surat yang pertama kali turun secara utuh
adalah surat Al-Fatihah.
Keempat, pendapat yang mengatakan bahwa
“basmalah” adalah wahyu yang pertama kali turun karena menjadi awal pada setiap
surat, tetapi hadits tentang ini adalah mursal. Sehingga tidak bisa dijadikan hujjah.
Reverensi
1. Mabahis fil ‘ulumul Qur’an li syaikh
mana’il qathan
2. At-Tibyan fi ‘ulumul Qur’an li Syaikh
Ali Ash-Shobuni
3. Dan lain-lain