*FAIDAH
MENGETAHUI AYAT MAKIYAH DAN AYAT MADANIYAH*

_Menyelami
Ayat-Ayat Makiah Dan Madaniyah (7)_

Oleh :
Misbahudin

 

 

Mana’ Al- Kathan memberikan beberapa faidah
atau kegunaan dalam  mengetahui ayat
makiyah dan ayat madaniyah. Yaitu :

 

1)    Memberikan
Pencerahan Bagi Penafsiran Al-Qur’an

 

Sesungguhnya mengetahui tempat-tempat  turunnya Al-Qur’an membantu untuk memahami
lebih dalam ayat dan tafsirnya  dengan
benar, sekalipun yang menjadi pegangan adalah keumuman lafadz bukan dengan kekhususan
sebab, dan oleh karena itu mufasir dapat menemukan sebuah titik terang ketika
mendapat sebuah ayat-ayat Al-Qur’an yang dipandang  bertentangan.

 

Maka dengan mengetahui tempat-tempat  turun Al-Qur’an akan memberikan sebuah
petunjuk, mana ayat-ayat yang yang lebih dulu mana ayat yang turun belangan,
oleh karena itu, hal ini menjadi ilmu tersendiri yaitu ilmu nasikh wal Mansukh
atau ilmu pengetahuan tentang ayat-ayat AL-qur’an yang menghapus  hukum sebuah ayat dan mana ayat-ayat dengan
hukum yang dihapus, contohnya adalah tahapan-tahapan tentang pengharaman
khamar.

 

Pertama: Awalnya khamar dibolehkan.

 

وَمِنْ
ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالْأَعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا
حَسَنًا إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

 

Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang
memabukkan dan rezeki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan
.”
(QS. An-Nahl: 67).

 

 

Kedua: Turun ayat berisi perintah menjauhkan diri dari khamar
karena mudaratnya lebih besar daripada maslahatnya.

يَسْأَلُونَكَ
عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ
وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا

 

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:
“Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi
dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya
.” (QS. Al-Baqarah: 219).

 

 

Ketiga: Turun ayat untuk melarang khamar pada satu waktu,
dibolehkan pada waktu lainnya.

 

يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى
حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ

 

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat sedang
kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan
.”
(QS. An-Nisaa’: 43).

 

Keempat: Terakhir, khamar diharamkan secara tegas.

 

يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ
وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ

 

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan
.” (QS. Al-Maidah: 90).






Jika kita tidak memahami ayat mana yang turun pertama kali  dan mana yang turun belakang,  pasti akan membuat bingung karena ayat-ayat
tersebut jika hanya dilihat dari redakasi ayat, mengandung nilai hukum yang
bertentangan satu dengan yang lainnya.

 

 

 

2)    Menghayati
Gaya Bahasa Al-Qur’an  Dalam Aflikasi
Dakwah

 

 

Karena setiap situasi dan kondisi itu mempunyai ungkapan kata yang
cocok dan sebaliknya, setiap ungkapan kata, disana ada tempat yang cocok untuk
disampaikan. Kurang lebih seperti itulah ungkapan bijak. “likuli maqal maqamun”

 

 

Memahami ilmu makiyah dan madaniyah dapat  memperhatikan 
apa yang dikehendaki dalam situasi kondisi tertentu, hal ini merupakan
arti spesifik  dari ilmu retorika.  Dan kekhususan dari karakteristik gaya bahasa
berbeda antara ayat makiyah dan madaniyah 
memberikan sebuah gambaran bagi yang mempelajarinya,  bagaimana manhaj jalan dakwah  kepada Allah dengan  sesuatu yang sesuai dengan jiwa mad’u (yang
diajak bicara).

 

 

Sebagaimana perbedaan pola penyampaian bagi karakteristik
manusia  dalam perfektif keyakinan, situasi
dan kondisi  lingkungan mereka. Dan hal
ini, akan nampak jelas  gaya bahasa
Al-Qur’an  yang berbeda satu dengan yang
lainnya ketika seruan itu ditujukan kepada orang mukmin, musyrik, dan kaum
munafiq dari ahli kitab.

 

 

3)    Mengetahui
Perjalanan Sirah Nabawiyyah Dalam Perfektif 
Priode Turunnya Ayat

 

Mengetahui sejarah
hidup Nabi Muhammad   dari perfektif turunnya ayat demi ayat
Al-Qur’an yang mengiringi manis pahit dan getirnya perjalan perjuangan dakwah Rasulullah,
karena pasti dalam setiap perjalan hidup Rasulullah akan berkaitan erat
dengan  wahyu-wahyu yang diturunkan
kepadanya.

 

Sejarah
dakwah Islam pasti berkaitan erat dengan kejadian-kejadian dan peristiwa, baik ketika
priode dakwah di Mekah atau periode dakwah di Madinah.  Dari semenjak wahyu pertama turun sampai
dengan wahyu terakhir.

 

Al-Qur’an
dan segala hal yang mengelilinginya tidak dapat dipungkiri bahwa hal itu
menjadi sebuah reverensi utama yang fundamental dalam perjalan hidup
Rasulullah, yang tidak meninggalkan ruang keragu-raguan  pada apa yang diriwayatkan oleh ahli sejarah
yang sesuai dengan Al-Qur’an. Dan ilmu makiyah dan madaniyah ini memberikan
sebuah kepastian  yang menjadi sebuah
problem solving dalam perselisihan 
Ketika terjadi pertentangan Riwayat.

 

Benang Merah Klasifikasi Ayat Makiyah dan
Madaniyah

 

Para ‘ulama dalam memberikan sebuah batasan
dan pengertian ayat makiyah dan ayat madaniyah. terbagi menjadi tiga
pendapat.  Setiap pendapat dibangun
diatas dasar  argument yang spesifik.

 

Pendapat Pertama, pembagian
ayat makiyah dan ayat madaniyah dilihat dari perfektif  waktu turunya, ayat makiyah adalah ayat yang
diturunkan  sebelum hijrah walaupun
turunya bukan di Mekah, dan ayat madaniyah adalah ayat-ayat yang diturunkan
setelah hijrah walapun turunnya bukan di Madinah. Maka ayat-ayat yang turun
setelah hijrah walaupun turun di Mekah atau Arafah, maka tetap dinamakan ayat
madaniyah. Seperti yang turun  pada hari
penaklukan kota mekah.

 

اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ
اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا
بِالْعَدْلِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ
سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا

“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di
antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah
sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar,
Maha Melihat”.
(QS. An-Nisa : 58)

 

Ayat diatas adalah ayat yang diturunkan di
dalam ka’bah pada hari penaklukan kota mekah yang prestisius. Atau ada juga
ayat yang turun  Ketika haji wada’ ,
seperti firman Allah ta’ala

 

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ
الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ وَالْمُنْخَنِقَةُ
وَالْمَوْقُوْذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيْحَةُ وَمَآ اَكَلَ السَّبُعُ
اِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْۗ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَنْ تَسْتَقْسِمُوْا
بِالْاَزْلَامِۗ ذٰلِكُمْ فِسْقٌۗ اَلْيَوْمَ يَىِٕسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ
دِيْنِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِۗ اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ
دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ
دِيْنًاۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ
اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

 

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah,
daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang
tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang
buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih
untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah),
(karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus
asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka,
tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu,
dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai
agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat
dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”.
(QS.
Al-Maidah :3)

 

Inilah pendapat yang paling refresentatif dan
lebih argumentatuf dari pada pendapat yang lainnya, karena pendapat ini memiki
sebuah kepastian dan konsitensi dalam batasan-batasannya.

 

Pendapat yang kedua, memberikan
sebuah pengertian bahwa ayat makiyah adalah ayat yang turun di Mekah atau
daerah sekitar Mekah, seperti  Mina, Arafah,
dan Hudaibiyyah. Sedangkan ayat madaniyah adalah  ayat-ayat yang diturunkan  di Madinah atau daerah-daerah sekitarnya,
seperti Uhud, Quba dan Sil’.

 

Pengertian ini memberikan sebuah
konsekuensi  tidak adanya pembagian yang
jelas mengenai ayat makiyah dan madaniyah. Karena ayat-ayat yang turun Ketika
nabi Safar  atau di daerah Tabuk, Baitul Maqdis,
tidak masuk kepada batasan-batasan ayat makiyah dan madaniyah tersebut.

 

Maka secara logika dari pengertian ayat
makiyah dan Madaniyah ini, daerah-daerah tersebut tidak dapat dimasukan kedalam
ayat makiyah atau madaniyah. Sebagaimana konsekuensi logis dari pendapat ini,
ayat-ayat yang  turun di Mekah walapun
setelah hijrah tetap dinamakan ayat makiyah,  seperti halnya surat Al-Fath yang turun  Ketika Nabi dalam perjalanan dan surat
At-Taubah ayat 42.

 

لَوْ كَانَ عَرَضًا قَرِيْبًا وَّسَفَرًا قَاصِدًا
لَّاتَّبَعُوْكَ وَلٰكِنْۢ بَعُدَتْ عَلَيْهِمُ الشُّقَّةُۗ وَسَيَحْلِفُوْنَ
بِاللّٰهِ لَوِ اسْتَطَعْنَا لَخَرَجْنَا مَعَكُمْۚ يُهْلِكُوْنَ اَنْفُسَهُمْۚ
وَاللّٰهُ يَعْلَمُ اِنَّهُمْ لَكٰذِبُوْنَ

 

“Sekiranya (yang kamu serukan kepada mereka)
ada keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh,
niscaya mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu terasa sangat jauh
bagi mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah, “Jikalau kami sanggup
niscaya kami berangkat bersamamu.” Mereka membinasakan diri sendiri dan Allah
mengetahui bahwa mereka benar-benar orang-orang yang berdusta”.
(QS.
At-Taubah : 42)

 

 

Pendapat yang ketiga, pembagian
ayat makiyah dan madaniyah dilihat dari perfektif gaya bahasa seruan dan objek
seruan tersebut. Maka ayat makiyah adalah ayat yang ditujukan kepada  kepada ahli mekah, sedangkan ayat madaniyah
adalah ayat yang ditujukan kepada Ahli Madinah.

 

Pengikut pendapat ini memberikan sebuah
aturan main, bahwa jika di dalam ayat Al-Qur’an 
menggunakan khitab atau panggilan “yaayyuha an-nas” maka ayat tersebut
adalah ayat makiyah. Dan jika khitabnya itu menggunakan “Yaayyuha ladzina amanu”
maka ayat tersebut adalah ayat madaniyah.

 

Tetapi pendapat ini memiliki banyak beribu
tanda tanya, karena realitasnya di dalam Al-Qur’an banyak surat dan ayat yang
tidak dimulai dengan salah satu khitab dari dua khitab diatas. Makah al ini
menjadi sebuah kaidah atau ketentuan yang absurd. Di dalam surat Al-Baqarah
terdapat khitab “yaayuha an-nas”  padahal
Al-Baqarah adalah surat madaniyah.

 

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ
خَلَقَكُمْ وَالَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

“Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah
menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa”.
(QS. Al-Baqarah : 21)

 

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا
طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ
مُّبِيْنٌ

 

“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang
halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu”.
(QS.
Al-Baqarah : 168)

 

Dan sebaliknya, dalam surat Al-Haj yang
merupakan surat makiyah. Tetapi di dalamnya ada khitab “yaayuhaladzina amanu”

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ارْكَعُوْا وَاسْجُدُوْا
وَاعْبُدُوْا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ۚ

 

“Wahai orang-orang yang beriman! Rukuklah,
sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu; dan berbuatlah kebaikan, agar kamu beruntun”. (QS.
Al-Haj:77)

 

Al-Qur’an adalah sebuah khitab dari Allah
untuk manusia semuanya di alam semesta, maka tidak ada sebuah aturan yang
mengikat dia untuk menggunakan khitab tertentu, bebas bagi Allah untuk menyeru orang
beriman dengan sifatnya, Namanya dan jenis mereka. Sebagaimana di bebas untuk
menyeru umat yang belum beriman untuk beribadah kepada Allah sebagaimana orang
mukmin diperintahkan untuk konsisten dalam ibadah dan menambah keimanan dan
ketaqwaanya kepada Allah.

 

Reverensi

1.    
Mabahis fil ‘ulumul Qur’an li syaikh mana’il
qathan

2.    
At-Tibyan fi ‘ulumul Qur’an li Syaikh Ali
Ash-Shobuni

3.    
Dan lain-lain

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *