*MENYELAMI ASABAB
AN-NUZUL AL-QUR’AN*
Oleh :
Misbahudin
*Al-Qur’an Sebagai Lentera Peradaban*
Allah menurunkan Al-Qur’an pasti dengan
sebuah tujuan yang besar, tiada lain dan tiada bukan adalah untuk memberikan petuntuk
kebenaran kepada manusia, memberikan secercah cahaya ilahiyah yang membimbing
mereka untuk menapaki jalan hidup dan kehdiupan dengan benar, dan Al-Qur’an pun menjadi sebuah pondasi tata kehidupan
yang luhur.
Karena bisa jadi, tanpa bimbingan Allah,
tanpa hidayah Al-Qur’an, kehidupan manusia menjadi kacau balau dan akan jauh dari petunjuk kebeberkahan hidup. Dengan di
turun Al-Qur’an saja, manusia banyak yang berpaling dari ajaran agama Allah,
apalagi jika manusia dibiarkan hidup bebas tanpa aturan. Bisa jadi kehidupan mereka lebih liar dari pada
bianatang.
Mereka diberi akal tetapi tidak digunakan
akalnya untuk mencari kebeneran, mereka diberikan hati tetapi tidak mau menggunkannya
untuk mentafakuri kebenaran, mereka enggan menghujamkan kebenaran itu kedalam hati
mereka agar jiwanya terwarnai atau tershibgah dengan cahaya kebenaran dari
Ilahi. Allah mengumpakan mereka tidak ubahnya seperti binatang, bahkan lebih hina dari pada binatang.
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيراً مِّنَ الْجِنِّ
وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ
يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا أُوْلَـئِكَ
كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi
neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi
tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai
mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat lagi. Mereka Itulah orang-orang yang lalai.” [QS: Al
A’raf: 179]
Al-Qur’an menjadi sebuah lentera peradaban
bagi umat manusia, maka lentera peradaban itu adalah Al-Qur’an dan Risalah
agama Islam, disana Al-Qur’an menceritakan bagaimana kisah hidup generasi yang
telah lampau dan kejadian-kejadian yang senantiasa berlangsung dalam kehidupan yang
semua berjalan dengan penuh keseimbangan yang luar biasa diluar kendali
kekuatan manusia sebagai pemakmur bumi itu sendiri. hal ini menjadi sebuah
pelajaran berharga untuk manusia yang sedang hidup sekarang.
Al-Qur’an juga senantiasa membawa alam pikir manusia
untuk melintasi dimenasi kehidupan yang berbeda, mereka diberikan sebuah gambaran
bagaimana kehidupan setelah kematian di dunia, bagaimana mereka akan
dibangkitakan, bagaimana mereka akan mempertanggung jawabkan semua perbuatannya
di dunia. Akhinya Al-Qur’an juga
memberikan sebuah gambaran kehidupan yang sebenarnya yaitu kehidupan di surga dengan
segala kenikmatanya dan kehidupan di neraka dengan segala kengeriannya.
“Kusiapkan bagi hamba-hambaKu yang sholih (di
dalam surga), yaitu apa yang tak pernah dilihat mata, tak pernah didengar
telinga, dan tak pernah terlintas dalam hati semua manusia”, kemudian
Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda: “Bacalah
jika kalian mau, ‘Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang
indah dipandang’ (QS. As-Sajdah : 17)” HR. Bukhari [3244].
Di
tempat lain, Allah membandingkan kenikmatan surga dengan dunia untuk
menjatuhkan dan merendahkannya. Rasulullah shallallaahu alaihi wa
sallam bersabda, “Tempat cemeti di dalam surga lebih baik dari
dunia dan seisinya”. (HR. Bukhari : 3250).
Kenikmatan surga juga Allah Ta’ala gambarkan
dengan menyebut manusia yang berhasil memasuki surga dan selamat dari adzab
neraka, sebagai orang yang beroleh kemenangan yang besar. Sebagaimana Allah
Ta’ala firmankan (yang artinya), “Barangsiapa taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir
didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah
kemenangan yang besar” (QS. An-Nisaa’ : 13)
“Di hadapannya ada Jahannam dan dia akan
diberi minuman dengan air nanah, diminumnnya air nanah itu dan hampir dia tidak
bisa menelannya” (QS. Ibrahim : 16-17). Yaitu mereka diberi air yang
amatlah busuk baunya lagi kental, maka merekapun merasa jijik dan tidak mampu
menelannya. “Diberi minuman dengan hamiim (air yang mendidih) sehingga
memotong ususnya” (QS. Muhammad : 47). Hamiim ialah air yang mendidih oleh
panasnya api Jahannam, yang mampu melelehkan isi perut dan menceraiberaikan
kulit mereka yang meminumnya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya), “Dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang ada dalam
perut mereka dan juga kulit (mereka)” (QS. Al Hajj : 20).
Al-Qur’an adalah gambaran darimana kasih
sayang Allah kepada manusia, agar mereka mempunyai “guide” yang menunut mereka
agar bisa menjalani hidup dan kehidupan dengan benar, selamat di dunia dan
akhirat. Oleh karena itu terkadang Al-Qur’an turun sebagai respon atas sebuah
peristiwa yang terjadi atau bahkan menjadi sebuah respon jawaban bagi pertanyaan
yang muncul dan hadir kepada Rasulullah. Maka hal ini disebut dengan “asbabu
nuzul” atau sebab-sebab turunnya Al-Qur’an. Tetapi kebanyakan Al-Qur’an turun dengan
proses alami tanpa adanya kejadian atau bahkan sebuah pertanyaan.
*Perhatian ‘Ulama Terhadap Asbab An-Nuzul*
Para ‘ulama begitu memberikan sebuah perhatian
besar terhadap ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an, tidak terkecuali
adalah ilmu Asbab An-Nuzul atau ilmu tentang sebab-sebab turunya Al-Qur’an. Al-Qur’an
akan benar-benar membumi dalam hati-hati umatnya Ketika mereka benar-benar tahu
dan menghayati peyebab dan bagaimana wahyu itu turun.
Dalam bidang tafsir Al-Qur’an, ilmu Asbab
An-Nuzul mempunyai kedudukan begitu penting, karena bisa menginterpretasikan
Al-Qur’an lebih meluas dan lebih mendalam, oleh karena itu muncul diantara ‘ulama
yang Menyusun sebuah kita tersendiri, yang berkaitan dengan ilmu Asbab
An-Nuzul.
Diantara mereka yang terkenal adalah ‘Ali
Al-Madani, sang guru Imam Bukhari, kemudian Al-Wahidi dengan kitabnya “Asbab
An-Nuzul”, kemudian Al-Za’fari yang meringkas kitab Al-Wahidi dengan cara membuang
semua sanad untuk efektivitas dan efesiensi para pembaca agar mereka langsun focus
terhadap segala peritiwa yang menjadi “stimulus” turunya Al-Qur’an.
Disana juga Ada Syekh Islam, Ibnu Hajar
Al-Asqolani yang Menyusun sebuah kitab
tentang asbab An-Nuzul juga, Cuma sungguh amat disayangkan, kitabnya tidak
ditemukan secara utuh dan komprehensif.
Imam As-Suyuti hanya menemukan satu juz
dari naskah tulisannya.
Kemudian imam As-Suyuti juga melakukan hal
yang sama, beliau mengerahkan segala ikhir jiwa dan raga, memeras keringat dan
otak untuk Menyusun sebuah kitab yang berkaitan dengan asbab An-Nuzul. Sehingga
terlontarlah sebuah ucapan yang menunjukan kepuasan dari maha karyanya atas
segala kemudah yang Allah berikan, “Sungguh aku telah Menyusun sebuah kitab
yang lengkap, ringkas dan komprehensif. Tidak ada orang yang telah menulis
karya yang sebanding dalam bidang ini,
aku menamai kitab itu, Lubbabu Al-Manqul
fi Asbab An-Nuzul”.
Reverensi
1. Mabahis fil ‘ulumul Qur’an li syaikh
mana’il qathan
2. At-Tibyan fi ‘ulumul Qur’an li Syaikh
Ali Ash-Shobuni
3. Dan lain-lain