*PEDOMAN
DALAM MENGENAL ASBABUNUZUL AL-QUR’AN*
Oleh :
Misbahudin
Para ulama
mempunyai sebuah kaidah yang menjadi pedoman dalam mengenal asbabunul
Al-Qur’an. Mereka menyandarkan kepada Riwayat yang shahih dari Rasulullah berupa kesaksian para sahabat yang terlibat secara langsung
dalam peristiwa atau adanya sebuah lontaran pertanyaan kepada Rasulullah yang
mereka saksikan sendiri, sehingga hal tersbeut “mengudang” turunya Al-Qur’an.
Asbabunuzul ini secara pasti dan jelas bersambung kepada Rasulullah, bukan
hasil spekulasi pendapat yang menerka-nerka.
Alwahidi
berkata, _“Tidak sah pendapat mengenai
asbabunuzul Al-Qur’an kecuali
dengan disandarkan kepada Riwayat atau mendengar secara langsung dari orang
yang menjadi saksi sejarah dari peristiwa asbabunuzul tersebut, mereka
mengetahui hal tersebut, semangat mencari kebanaran dan mereka benar-benar
bersungguh-sungguh dalam mencarinya”_.
Demikian metode yang digunakan oleh ‘ulama salaf dalam
menela’ah segala sesuatu yang berkaitan dengan
asbabunuzul Al-Qur’an. Mereka benar-benar berhati-hati dalam berbicara mengenai hal tersebut jika tanpa
landasan dan pedoman ilmu yang jelas.
Muhammad
Ibnu Sirin berkara, _“Aku telah bertanya kepada ‘Ubaidah tentang sebuah ayat
Al-Qur’an. Maka apakah yang dia katakana?”, dia mengatakan,”Bertaqwalah kepada
Allah, dan berkatalah dengan benar, sungguh para sahabat, mereka adalah
orang-orang yang benar-benar mengetahui tentang Al-Qur’an ini telah pergi
meninggalkan kita”_.
Ibnu Sirin
‘ulama besar yang berasal Bashrah dari generasi tabiin sang ahli hadits dan
sang Ahli Tabir mimpi telah berkata seperti itu, mewanti-wanti agar berhati-hati
dalam berbicara yang berkaitan dengan Al-Qur’an tanpa ilmu. Hal ini menunjukan bahwa
ilmu tentang asbabunuzul Al-Qur’an sangat penting untuk kita, tiada lain dan
tiada bukan adalah agar kita bisa memahami dan menyampaikan Al-Qur’an dengan pemahaman
dan pendapat yang lurus.
Maka
pedoaman yang menjadi pagangan kita dalam hal ini, adalah apa-apa yang
diriwayatkan dari perkataan sahabat yang
jelas disandarkan kepada Rasulullah (Marfu), karena cara ini lah yang secara
pasti menunjukan asbabunuzul Al-Qur’an.
Imam As-Suyuti memberikan sebuah pandangan, bahwa jika ada perkataan
tabi’in yang secara jelas menerangkan
asbabunuzul Al-Qur’an maka hal itu
diterima, walaupun terkadang mursal, jika jelas penyandarannya kepada imam-imam
tafsir yang mu’tabar, dimana mereka mengambil dan menukil pendapatnya tersebut
dari para sahabat Rasulullah seperti Mujahid, ‘Ikrimah, Sa’id Ibnu Zubair, dan kemursalannya itu diperkuat oleh hadits
mursal yang lainnya, sehingga kedudukan haditsnya terangkat derajatnya.
Al-Wahidi
sungguh amat menentang kepada ‘ulama sejamannya berkaitan asbabunuzul ini,
beliau menganggap mereka terlalu ceroboh dan tidak berhati-hati dalam
menggunakan periwayatan tentang asbabunuzul. Beliau menganggap hal
tersebut sebagai sebuah kedustaan. Dan memberikan sebuah warning kepada
mereka dengan ancaman yang keras dengan mengatakan, _“Jaman Now orang-orang
begitu mudahnya mengada-ada tentang suatu hal sampai dengan melakukan
kedustaan, sehingga menjadikan kedudukannya terlihat seperti orang bodoh, tanpa
merenungi ancaman yang besar pagi mereka yang bodoh terhadap asbabunuzul”_.
Reverensi
1. Mabahis fil ‘ulumul Qur’an li syaikh
mana’il qathan
2. At-Tibyan fi ‘ulumul Qur’an li Syaikh
Ali Ash-Shobuni
3. Dan lain-lain
*
Oleh :
Misbahudin
Para ulama
mempunyai sebuah kaidah yang menjadi pedoman dalam mengenal asbabunul
Al-Qur’an. Mereka menyandarkan kepada Riwayat yang shahih dari Rasulullah berupa kesaksian para sahabat yang terlibat secara langsung
dalam peristiwa atau adanya sebuah lontaran pertanyaan kepada Rasulullah yang
mereka saksikan sendiri, sehingga hal tersbeut “mengudang” turunya Al-Qur’an.
Asbabunuzul ini secara pasti dan jelas bersambung kepada Rasulullah, bukan
hasil spekulasi pendapat yang menerka-nerka.
Alwahidi
berkata, _“Tidak sah pendapat mengenai
asbabunuzul Al-Qur’an kecuali
dengan disandarkan kepada Riwayat atau mendengar secara langsung dari orang
yang menjadi saksi sejarah dari peristiwa asbabunuzul tersebut, mereka
mengetahui hal tersebut, semangat mencari kebanaran dan mereka benar-benar
bersungguh-sungguh dalam mencarinya”_.
Demikian metode yang digunakan oleh ‘ulama salaf dalam
menela’ah segala sesuatu yang berkaitan dengan
asbabunuzul Al-Qur’an. Mereka benar-benar berhati-hati dalam berbicara mengenai hal tersebut jika tanpa
landasan dan pedoman ilmu yang jelas.
Muhammad
Ibnu Sirin berkara, _“Aku telah bertanya kepada ‘Ubaidah tentang sebuah ayat
Al-Qur’an. Maka apakah yang dia katakana?”, dia mengatakan,”Bertaqwalah kepada
Allah, dan berkatalah dengan benar, sungguh para sahabat, mereka adalah
orang-orang yang benar-benar mengetahui tentang Al-Qur’an ini telah pergi
meninggalkan kita”_.
Ibnu Sirin
‘ulama besar yang berasal Bashrah dari generasi tabiin sang ahli hadits dan
sang Ahli Tabir mimpi telah berkata seperti itu, mewanti-wanti agar berhati-hati
dalam berbicara yang berkaitan dengan Al-Qur’an tanpa ilmu. Hal ini menunjukan bahwa
ilmu tentang asbabunuzul Al-Qur’an sangat penting untuk kita, tiada lain dan
tiada bukan adalah agar kita bisa memahami dan menyampaikan Al-Qur’an dengan pemahaman
dan pendapat yang lurus.
Maka
pedoaman yang menjadi pagangan kita dalam hal ini, adalah apa-apa yang
diriwayatkan dari perkataan sahabat yang
jelas disandarkan kepada Rasulullah (Marfu), karena cara ini lah yang secara
pasti menunjukan asbabunuzul Al-Qur’an.
Imam As-Suyuti memberikan sebuah pandangan, bahwa jika ada perkataan
tabi’in yang secara jelas menerangkan
asbabunuzul Al-Qur’an maka hal itu
diterima, walaupun terkadang mursal, jika jelas penyandarannya kepada imam-imam
tafsir yang mu’tabar, dimana mereka mengambil dan menukil pendapatnya tersebut
dari para sahabat Rasulullah seperti Mujahid, ‘Ikrimah, Sa’id Ibnu Zubair, dan kemursalannya itu diperkuat oleh hadits
mursal yang lainnya, sehingga kedudukan haditsnya terangkat derajatnya.
Al-Wahidi
sungguh amat menentang kepada ‘ulama sejamannya berkaitan asbabunuzul ini,
beliau menganggap mereka terlalu ceroboh dan tidak berhati-hati dalam
menggunakan periwayatan tentang asbabunuzul. Beliau menganggap hal
tersebut sebagai sebuah kedustaan. Dan memberikan sebuah warning kepada
mereka dengan ancaman yang keras dengan mengatakan, _“Jaman Now orang-orang
begitu mudahnya mengada-ada tentang suatu hal sampai dengan melakukan
kedustaan, sehingga menjadikan kedudukannya terlihat seperti orang bodoh, tanpa
merenungi ancaman yang besar pagi mereka yang bodoh terhadap asbabunuzul”_.
Reverensi
1. Mabahis fil ‘ulumul Qur’an li syaikh
mana’il qathan
2. At-Tibyan fi ‘ulumul Qur’an li Syaikh
Ali Ash-Shobuni
3. Dan lain-lain